Tema : Lingkungan Pendidikan
Judul : Pengaruh Lingkungan Pendidikan Terhadap Peserta Didik.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Teks dan
Terjemahan Ayat
Terjemah: Dia berkata: "Sesungguhnya
raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan
menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan
mereka perbuat (QS. An-Naml: 34).[1]
B. Penjelasan
Mufrodat
[قالت إن الملوك إذا دخلوا
قرية أفسدوها] بالتخريب [وجعلوا أعزة أهلها أذلة وكذلك يفعلون] مرسلو الكتاب[2]
(Dia berkata,
"Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya) melakukan pengrusakan di dalamnya (dan menjadikan penduduknya
yang mulia jadi hina, dan demikian pula yang akan mereka perbuat) yang akan
dilakukan oleh para pengirim surah ini.
C. Asbabun
Nuzul
Surat An-Naml ayat 34 ini
menerangkan tentang sebuah cerita Nabi Sulaiman yang dimana ketika itu ratu
Bilqis mendapatkan surat dari Nabi Sulaiman yang berisikan tentang ajakan atau
perintah Nabi Sulaiman agar ratu Bilqis beserta rakyatnya ikut kepada ajarannya
Nabi Sulaiman yaitu menyembah Allah. Namun pada saat itu ratu Bilqis bimbang
untuk memutuskan tindakan yang harus diambil antara mempertahankan keyakinannya dan para rakyatnya yang masih
teguh kepada ajaran nenek moyangnya atau ikut kepada ajarannya Nabi Sulaiman
untuk menyembah Allah. Sedangkan apabila ia mempertahankan ajaran nenek
moyangnya dan membangkang perintah dari Nabi Sulaiman ia memikirkan resiko yang
akan ditanggungnya, yang dimana kejadian ini pernah terjadi pada
pendahulu-pendahulu kerajaan lain. Oleh karena itu ratu Bilqis berkata: Sesungguhnya
raja-raja apabila telah memasuki suatu negeri, niscaya mereka menghancurkannya
dan menjadikan penduduk yang mulia menjadi hina.
BAB II
TAFSIR AYAT
A. Tafsir
Klasik
1.
Tafsir Ibnu Katsir
Al-Hasan
Al-Bashri Ra berkata: “mereka menyerahkan urusan mereka kepada sang ratu. Ketika mereka telah mengemukakan pendapat,
maka tentu ratu memiliki pendapat yang lebih kuat dan lebih mengerti tentang
urusan Sulaiman. “Ratu berkata kepada mereka: “aku takut, jika kita memerangi
dan membangkan kepadanya, dia akan datang kepada kita dengan membawa bala
tentaranya dan akan menghancurkan kita serta membuat kehancuran dan kebinasaan
tanpa sisa.” Untuk itu ia berkata:
“Sesungguhnya
raja-raja apabila telah memasuki suatu negeri, niscaya mereka
menghancurkannya.” Ibnu Abbas berkata: “Yaitu apabila mereka memasuki suatu
negeri untuk mengadakan peperangan niscaya mereka menghancurkannya dan
membinasakannya.” ( ) “Dan
menjadikan penduduk yang mulia menjadi hina.” Mereka mengincar para pembesar dan tentara
untuk dihinakan serendah-rendahnya, baik dengan membunuhnya ataupun menawannya.
Ibnu
Abbas berkata: “Balqis berkata:
‘Sesungguhnya
raja-raja apabila telah memasuki suatu negeri, niscaya mereka menghancurkannya
dan menjadikan penduduk yang mulia menjadi hina.’ Rabb Azza wajalla berfirman, ( ) ‘Dan memang
demikianlah yang mereka perbuat,’ kemudian dia mencoba melakukan
perundingan, perdamaian, diplomasi dan dialog.[3]
B. Tafsir
Modern
1.
Tafsir Al-Mishbah
Sesudah
mempertimbangkan segala segi, dan memperhatikan pula isi surat dan
penyampaiannya, sang ratu tidak cenderung berperang sebagaimana terkesan dari
jawaban penasihatnya. Dia berkata: ”Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki
suatu negeri untuk menyerang dan menguasainya, niscaya mereka
membinasakannya dan menjadikan yang mulia dari penduduknya yang hina dan
rakyat jelatanya menjadi sangat menderita; dan demikian pulalah yang akan
mereka, yakni Sulaiman dan tentaranya perbuat jika mereka menyerang
dan kita kalah dalam peperangan.”
Ungkapan
Ratu tentang raja-raja adalah berdasarkan pengalaman sejarah masa lampau.
Biasaya mereka membunuh, atau paling tidak menawan dan mengusir para pembesar
kerajaan atau pemerintahan yang mereka kalahkan, dengan demikian mereka
menghina dan mempermalukannya. Sesudah itu mereka mengubah peraturan
perundangan atau kebijaksanaan yang dapat menjamin kelangsugan kekuasaan
mereka, di samping itu peperangan pasti mengakibatkan kehancuran bangunan,
pegungsian penduduk atau pembunuhan. Nah ini terjadi secara umum jika yang
menyerang itu adalah raja yang biasanya bersifat diktator dan sewenag-wenang.
Apa yang diketahui oleh sang Ratu mengenai pengalaman masa lalu itu
dianalogikan jika Nabi Sulaiman as. menyerang mereka, karena itu dia menyatakan
bahwa demikian pulalah yang akan mereka perbuat.
Ibnu
Asyur menggarisbawahi bahwa walaupun ayat di atas menggambarkan musyawarah yang
dilakukan Sang Ratu, namun ayat ini tidak dapat dijadikan dasar untuk
menyatakan bahwa Islam menganjurkan musyawawrah. Karena ayat ini tidak
berbicara dalam konteks hukum, tidak juga memujinya. Ia adalah uraian tentang
peristiwa yang terjadi di tangah satu masyarakat yang tidak menganut ajaran
berdasarkan wahyu Ilahi. Namun demikian, perlu diingat bahwa Al-Qur’an
memaparkan satu kisah adalah agar dipetik dari kisahnya pengajaran dan
keteladanan dan atas dasar pertimbangan itu bisa saja ditarik dari ayat-ayat
ini kesan tentang baik dan perlunya bermusyawarah. Demikian Ibnu Asyur.
Apa
yang dikemukakan di atas dapat dilanjutkan dengan berkata bahwa ayat-ayat yang
berbicara tentang Ratu yang dinilai bijaksana ini, tidak juga dapat dijadikan
dasar untuk menyatakan atas nama Al-Qur’an tentang boleh tidaknya seorang
perempuan menjadi kepala negara atau pemerintahan. Karena ayat ini, tidak
dikemukakan dalam konteks itu.[4]
2.
Tafsir Al-Maraghi
Setelah
menyadari bahwa kaumnya cenderung untuk berperang. Balqis segera menjelaskan
langkah yang benar dan menerangkan kelengahan mereka akan kekuasaan dan
keagungan Sulaiman. Sebab, orang yang dapat menundukkan burung menurut
kehendaknya tidak akan mudah dikalahkan.
Setelah
kaumnya mengajukan diri untuk memrangi Sulaiman, Balqis berkata kepada mereka,
“Sesungguhnya jika para raja memasuki suatu negeri untuk menaklukkannya, mereka
akan merusaknya dengan menghancurkan bangunan-bangunan dan harta-hartanya, serta
menghinakan penduduknya dengan menawan dan mengusir mereka dari kampong halaman
atau membunuh mereka secara kejam, agar mereka memiliki kekuasaan dan kerajaan
serta ditakuti semua pihak. Demikianlah apa yang akan mereka lakukan terhadap
kita”. Disini terdapat peringatan yang keras kepada kaumnya bahwa nabi Sulaiman
akan datang kepada mereka dan memasuki negeri mereka.[5]
C. Tafsir
Tematis
Lingkungan
yang nyaman dan mendukung bagi terselenggaranya suatu pendidikan sangat
dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang
diinginkan. Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus
diciptakan sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu
sendiri.
Meskipun
lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun
lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan dan pengaruhnya sangat besar
terhadap anak didik. Sebab, bagaimanapun seorang anak tinggal dalam suatu
lingkungan, disadari atau tidak, lingkungan tersebut akan mempengaruhi anak tersebut.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. dari riwayat Abu Hurairah:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan ‘fitrah’. Namun, kedua orang tuanya (mewakili
lingkungan) mungkin dapat menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Hal ini
menunjukkan bahwa Islam mengakui potensi lingkungan yang pengaruhnya dapat
sangat kuat sehingga sangat mungkin dapat mengalahkan fitrah.[6]
BAB III
PEMBAHASAN
NILAI
KEPENDIDIKAN
A. Pengertian
Lingkungan Pendidikan
Kegiatan
pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks
pendidikan, lingkungan dapat diartikan, sebagai segala sesuatu yang berada di
luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal nyata, seperti tumbuhan, orang,
keadaan, politik, sosial-ekonomi, binatang, kebudayaan, kepercayaan, dan upaya
lain yang dilakukan oleh manusia termasuk di dalamnya pendidikan.
Lingkungan
pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda
mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi
masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu.
Seperti lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak
bergaul. Lingkungan ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga
pendidikan sesuai dengan jenis dan tanggungjawab yang secara khusus menjadi
bagian dari karakter lembaga tersebut. Dalam memberikan pengaruh terhadap
perkembangan anak, lingkungan ada yang sengaja diadakan (usaha sadar) ada yang
tidak usha sadar dari orang dewasa yang normatif disebut pendidikan, sedang
ynag lain disebut pengaruh. Lingkunga yang dengan sengaja diciptakan untuk
mempengaruhi anak ada tiga, yaitu : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat.
B.
Macam-macam
Lingkungan Pendidikan
1.
Keluarga
Keluarga
merupakan pengelompokkan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang yang
mempunyai hubungan pertalian darah. Keluarga dikenal sebagai lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama. Predikat ini mengindikasikan betapa
esensialnya peran dan pengaruh keluarga dalam pembentukan prilaku dan
kepribadian anak. Pandangan seperti ini sangat logis dan mudah dipahami karena
beberapa alasan berikut ini :
a. Keluarga merupakan pihak yang
paling awal memberikan banyak perlakuan kepada anak.
b. Sebagian besar waktu anak berada di lingkungan keluarga.
c. Karakteristik hubungan orang
tua, anak berbeda dari hubungan anak dengan pihak -pihak
lainnya (guru, teman, dan sebagainya).
d. Interaksi kehidupan orang tua
anak dirumah bersifat “asli” , seadanya dan tidak dibuat-buat.
Dari
berbagai definisi diatas jelaslah bahwa peranan keluarga sangatlah penting
dalam pencapaian tujuan pendidikan. Undang-undang sistem Pendidikan
Nasional No. 2 Tahun 1989 menyatakan
secara jelas dalam pasal 10 Ayat 4, bahwa keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya,
nilai-nilai moral dan keterampilan, kepada anak. Keluarga pengaruh yang kuat, langsung dan
sangat dominan kepada anak, terutama dalam pembentukan prilaku, sikap dan
kebiasaan, penanaman nilai-nilai, prilaku-prilaku sejenisnya, pengetahuan dan
sebagainya.
Sehubungan
dengan itu, Fuad Ichsan, (1995). Mengemukakan. Fungsi lembaga pendidikan
keluarga sebagai berikut:
a. Merupakan pengalaman pertama
bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi
perkembangan berikutnya.
b. Pendidikan di lingkungan
keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang.
Kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak.
c. Di dalam keluarga akan
terbentuk pendidikan moral, keteladanan
orang tua dalam bertutur kata dan berprilaku sehari-hari akan menjadi wahana
pendidikan moral bagi anak dalam keluarga tersebut guna membentuk manusia
susila.
d. Di dalam keluarga akan tumbuh sikap tolong menolong,
tenggang rasa, sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera.
e. Keluarga merupakan lembaga
yang berperan dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan agama.
f. Di dalam konteks membangun
anak sebagai makhluk individu agar anak dapat mengembangkan dan menolong
dirinya sendiri, maka keluarga lebih cenderung untuk menciptakan kondisi yang
dapat menumbuhkembangkan inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi, tanggung
jawab, keterampilan dan kegiatan lain.
2.
Masyarakat
Masyarakat
adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kaitan
antara masyarakat dengan pendidikan dapat ditinjau dari beberapa segi yakni :
a. Masyarakat sebagai
penyelenggara pendidikan, baik yang di lembagakan maupun yang tidak di
lembagakan.
b. Lembaga-lembaga
kemasyarakatan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tidak
langsung ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia
berbagai sumber belajar baik yang dirancang maupun dimanfaatkan. Perlu pula di
ingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya
memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya untuk meningkatkan dirinya
3.
Sekolah
Sekolah
adalah suatu hal yang tidak biasa di
pungkiri lagi, karena kemajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, keluarga tidak mungkin lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan dan
aspirasi gerasi muda akan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat, semakin
tinggi pula tuntutan pemenuhan kebutuhan anak akan pendidikan. Kondisi
masyarakat seperti ini mendorong terjadinya proses formalisasi lembaga
pendidikan yang lazim disebut sistem persekolahan.
Jalur
pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan sekolah melalui
kegiatan belajar mengajar dengan organisasi yang tersusun rapi, berjenjang dan
berkesinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan
pemerintah dan mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional, dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur.
Untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional , maka pendidikan nasional harus
berfungsi:
a. Sekolah harus mampu menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk
individu melalui pembekalan semua bidang studi.
b. Sekolah melalui teknik
pengkajian bidang studi perlu mengembangkan sikap sosial, gotong royong,
toleransi dan demokrasi dan sejenisnya dalam rangka menumbuh kembangkan anak
sebagai makhluk sosial.
c. Sekolah harus berfungsi
sebagai pembinaan watak anak melalui bidang studi yang relevan sehingga
akhirnya akan terbentuk manusia susila yang cakap yang mampu menampilkan
dirinya sesuai dengan nilai dan norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.
d. Sekolah harus dapat
menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk yang religius dan mampu menjadi pemeluk
agama, yang baik, taat, soleh, dan toleran.
e. Di dalam konteks pembangunan
nasional, pendidikan formal harus menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas
yang mampu mensejahterakan dirinya dan bersama orang lain mampu mensejahterakan
masyarakat, bangsa dan negara.
f. Sekolah berfungsi
konservatif, inovatif, dan selektif dalam mempertahankan atau memelihara
kebudayaan yang ada, melakukan pembaharuan dan melayani perbedaan individu anak
dalam proses pendidikan.[7]
C. Sistem
Pemerintahan Sebagai Lingkungan Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an Surat An-Naml Ayat 34
Surat An-Naml ayat 34 ini
menerangkan tentang sebuah cerita Nabi Sulaiman yang dimana ketika itu ratu
Bilqis mendapatkan surat dari Nabi Sulaiman yang berisikan tentang ajakan atau
perintah Nabi Sulaiman agar ratu Bilqis beserta rakyatnya ikut kepada ajarannya
Nabi Sulaiman yaitu menyembah Allah. Namun pada saat itu ratu Bilqis bimbang
untuk memutuskan tindakan yang harus diambil antara mempertahankan keyakinannya dan para rakyatnya yang masih
teguh kepada ajaran nenek moyangnya atau ikut kepada ajarannya Nabi Sulaiman
untuk menyembah Allah. Sedangkan apabila ia mempertahankan ajaran nenek
moyangnya dan membangkang perintah dari Nabi Sulaiman ia memikirkan resiko yang
akan ditanggungnya, yang dimana kejadian ini pernah terjadi pada
pendahulu-pendahulu kerajaan lain. Oleh karena itu ratu Bilqis berkata: Sesungguhnya
raja-raja apabila telah memasuki suatu negeri, niscaya mereka menghancurkannya
dan menjadikan penduduk yang mulia menjadi hina.
Perkataan
ratu Bilqis di dalam Alqur’an ini jika dihubungkan dengan pengaruh lingkungan
sekolah terhadap peserta didik adalah:
1. Salah satu pengaruh terhadap
baik atau tidaknya peserta didik adalah lingkungan apabila lingkungannya baik
maka akan memberi pengaruh baik pula terhadap peserta didik dan begitupun
sebaliknya, hal ini dikuatkan berdasarkan hadist Nabi Saw:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan ‘fitrah’. Namun, kedua orang tuanya (mewakili
lingkungan) mungkin dapat menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Hadits
di atas menjelaskan tentang pengaruh lingkungan keluarga terhadap si anak
(peserta didik). Pada hadist di ataspun dapat diterapkan dalam lingkungan
sekolah, karena guru di sekolah adalah sebagai pengganti orang tua di rumah.
2. Raja-raja pada ayat tersebut
dapat diumpamakan sebagai guru dalam lingkungan sekolah. Guru mempunyai
pengaruh besar terhadap peserta didik diibaratkan raja yang mempunyai pengaruh
besar terhadap rakyatnya. Karena seorang guru di dalam kelas adalah sebagai
pemimpin yang mengatur jalannya pembelajaran apabila sang guru dapat memberikan
suasana pembelajaran yang baik dan islami, maka akan memberi pengaruh besar
bagi akhlak peserta didik.
3. Begitupun seperti seorang
raja yang memiliki wibawa dan dihormati rakyat karena perilaku dan sikap sang
raja, gurupun agar dapat memiliki wibawa dan dihormati peserta didiknya maka
harus bisa menjadi sebagai suri tauladan bagi peserta didik dengan mempunyai
perilaku dan sikap yang bisa dicontoh oleh peserta didiknya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu
yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun
peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang
dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu.
2.
Peranan keluarga sangatlah penting dalam
pencapaian tujuan pendidikan. Keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan
luar sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai-nilai moral
dan keterampilan, kepada anak.
3.
Masyarakat adalah salah satu lingkungan
pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang.
Masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan
nasional.
4.
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan
yang diselenggarakan sekolah melalui kegiatan belajar mengajar dengan
organisasi yang tersusun rapi,
berjenjang dan berkesinambungan.
B. Saran
Lingkungan
pendidikan merupakan sebuah peranan penting bagi karakteristik peserta didik
dan juga membawa dampak yang sangat besar, terutama di lingkungan sekolah
karena di sanalah para peserta didik menimba ilmu setiap hari. Oleh karena itu
agar memberikan dampak yang baik terhadap peserta didik marilah sama-sama kita
bangun pula lingkungan pendidikan dengan baik dan islami di lingkungan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli,
Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad dan As-Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman Ibn Abu
Bakar. TT. Tafsirul Qur’anil ‘Adzim Al-Imam Jalilain. Surabaya: Darul
Ilmi.
Al-Maraghi,
Ahmad Mustofa. 1987. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 19. Semarang: CV.
Toha Putra.
Al-Syaibani,
Omar Muhammad Al-Toumi. Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung. 1979. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen
Agama Republik Indonesia. 1967. Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ghofar,
M. Abdul. 2004. Lubabut Tafsir Min Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Imam
Syafi’I.
Idris,
Z Jamal. 1987. Dasar-dasar Pendidikan. Bandung: Angkara.
Shihab,
M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an
Volume 10. Jakarta: Lentera hati.
[1]
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta,
1967, Hal 379
[2]
Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalli, Jalaluddin Abdurrahman Ibn Abu Bakar
As-Suyuti, Tafsirurl Qur’anil ‘Adzim Al-Imam Jalilain, Surabaya, Darul
Ilmi, TT, Hal 75
[3]
M. Abdul Ghofar, Lubabut Tafsir Min Ibnu Katsir, Bogor, Pustaka Imam
Syafi’I, 2004, Hal 213-214
[4]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume
10, Jakarta, Lentera hati, 2002 Hal 220-221
[5]
Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 19, Semarang,
CV. Toha Putra, 1987, Hal 254
[6]
Omar Muhammad Al-Toumi Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj.
Hasan Langgulung, Jakarta, Bulan Bintang, 1979, hal 136
[7]
Idris, Z Jamal, 1987, Dasar-dasar Pendidikan, Bandung, Angkara, Hal: 31